Dekade ’90, masa yangmemang tak luput dari kenangan masa kecil kita. Siapapun yang seusia dengan kita pasti tak akan mampu melewatkan masa- masa di mana kita masih bisa menikmati program anak- anak, begitu juga orang dewasa yang berkutat dengan musik- musik berkualitas. Sebut saja kelahiran musik britpop, indiepop, hair metal, dan grunge. Ya, grunge, satu identitas yang lahir dari sebuah pemberontakan yang menyuarakan keputusasaan yang dikemas melalui pandangan utopis seorang pembaharu bernama Kurt Cobain. Komersialisme, mungkin itulah representasi dari hal yang paling memuakkan di era ’90.

Suasana Amerika yang begitu menjemukan pasca- Perang Dingin selama puluhan tahun dengan Soviet menimbulkan kebosanan yang sangat tinggi di mata masyarakat. Bisa Anda bayangkan betapa membosankannya televisi ketika setiap orang hanya disuguhi tayangan di mana pemeritah membuang- buang uang lewat peluncuran Apollo dari pertama hingga kesekian hanya untuk menunjukkan taring bahwa negaranyalah yang pertama kali menantang arus gravitasi.

Keadaan ini berujung pada pembuatan film utopis yang mencerminkan humor- humor satir seperti Men In Black. Kembali pada Cobain, mungkin sudah menjadi trademark tersendiri ketika kita merepresentasikan generasi X dengan sebuah album bergambar seorang bayi ‘bugil’ yang sedang mengejar uang yang dikaitkan ke sebuah kail. Ya, Nevermind sebuah album fenomenal yang melambungkan nama Nirvana (termasuk Deaf Grohl yang baru saja hengkang dari Scream) sebagai sebuah grup rock-alternatf yang memasuki ranah komersil.

Record Store Day April kemarin, sebuah label rekaman indie asal Virginia, Robotic Empire telah merilis sebuah album kompilasi yang mungkin akan melemparkan kita ke masa lalu dimana Cobain sedang bergairah untuk berputus asa. Dalam kompilasi yang bertajuk Whatever Nevermind tersebut Robotic Empire berhasil mengembalikan kembali Nirvana ke akarnya. Apabila kita melihat struktur album kompilasi tersebut, Robotic Empire berhasil ‘membedah’ Nevermind sehingga kembali ke akar- akarnya. Whatever Nevermind megenalkan kita pada masa- masa di mana Cobain mendengarkan Black Sabbath, Black Flag, Melvins, atau pun King Crimsons yang jelas- jelas memengaruhi musik Nirvana. Album yang dirilis pada Record Store Day ini dikemas secara apik, meskipun terpaku pada tracklist Nevermind yang dirilis pada tahun 1991.

Kompilasi berdurasi 60 menit ini dibuka dengan kemasan apik gubahan Smell Like Teen Spirit” dari Young Widows. Pada lagu ini, Young Widows menghilangkan perpindahan kunci cepat yang menjadi ciri khas dari lagu dengan video klip fenomenal tersebut. Hal ini membuat gubahan Young Widows terlihat jauh dari versi aslinya yang didominasi oleh irisan gitar ‘malas’ dari Cobain. Selain itu, permainan tempo drum pun diubah secara acak oleh Young Widows sehingga menghasilkan perpaduan yang menarik dengan ritme gitar yang dibuat berulang. Meski dibuka dengan apik oleh kuartet math/ noise rock asal Kentucky tersebut,  dua lagu selanjutnya diisi dengan penampilan yang terbilang ‘mengecewakan’ dari Torche dan Kylesa. Torche yang melagukan “In Bloom” terkesan terlalu datar dalam memainkan musik yang bercerita tentang poser tersebut. Begitu juga dengan Kylesa yang membawakan lagu “Come As You Are” tanpa ada ciri khas tersendiri dari Kylesa yang begitu sludgy namun senantiasa mengajak penonton turut serta sing along. Berbeda dari dua lagu sebelumya yang terkesan terlalu ‘malas’ dalam menggubah buah pikir Cobain dkk,

Lagu “Breed” yang dibawakan oleh Cave In seolah menjadi kekecewaan kita terhadap dua band yang saya perkirakan akan menjadi buah bibir dalam album ini. Permainan garage rock yang dihadirkan oleh kuartet asal Massasuchets ini seolah berhasil memadukan musik Nirvana ke dalam balutan distorsi ala Wolfmother atau Fu Manchu sehingga terkesan lebih dari sekadar tempo yang menghentak tanpa arti. Setelah lagu tersebut, trio experimental asal Jepang, Boris datang seraya membawakan lagu Lithium. Salah satu lagu dengan nuansa paling riang di Nevermind, mereka sulap dengan nuansa gelap funeral doom yang begitu pekat. Dengan vokal darkened trash dari Takeshi serta vokal dari Atsuo dan Wata yang ‘lesu’ membuat nuansa keputusasaan begitu kental dalam lagu ini.

Selain Boris yang berhasil membawakan lagu “Lithium” dengan apik, daya tarik dari album ini juga terletak pada White Reaper yang membawakan “Teritorial Pissing” dengan enerjik. Sebagai band yang terbilang baru di skena musik punk, mereka terbilang cukup pandai dalam mengaransemen musik lama. Hal yang tak bisa dipunkiri lagi adalah ketika mereka menggabungkan racikan proto punk a la Ramones, Dead Kennedy’s di era Fresh Fruit for Rotting Vegetarian, serta Misfits saat dimotori oleh Glenn Danzig tanpa kehilangan ciri khas Nirvana sendiri.

Setelah melewati 10 lagu yang menarik, album ini ditutup dengan lagu dari Thou yang berhasil menutup album ini dengan kegelapan. Thou yang membawakan 2 tembang dengan campuran black metal yang begitu kental pada lagu “Endless, Nameless” dan “Even In His Youth” . Siapa sangka, di masa menjemukan ini kita berhasil disuguhi souvenir yang menarik kembali masa lalu dari masa lalu kita. Patut untuk diakui, Robotic Empire secara tidak langsung telah membuka otak dari tiap personel Nirvana dan membeberkannya di depan telinga khalayak.

Tracklist :

1. Young Widows – Smells Like Teen Spirit

2. Torche- In Bloom

3. Kylesa – Come As You Are

4. Cave In – Breed

5. Boris – Lithium

6. La Dispute – Polly

7. White Reaper – Territorial Pissing

8. Circa Survive – Drain You

9. Touche Amore – Lounge Act

10. Wrong – Stay Away

11. Pygny Lush – On a Plain

12. Nothing – Something in The Way

13. Thou – Endless, Nameless (bonus)

14. Thou – Even His Youth (bonus)

gambar dari pitchfork.com