Festival outdoor terbaru dari Java Festival Production (JFP) ini berhasil terlaksana selama dua hari. Kehadiran Ikon musik indie, The Libertine yang kabarnya akan rehat cukup lama dari dunia panggung muncul di hari pertama. Pencapaian pihak penyelenggara dalam membawa All Time Low di hari kedua juga mengejutkan, mengingat keberadaan mereka yang saat ini tengah menyelesaikan album terbarunya. Bintang tamu lainnya (kecuali Vancouver Sleep Clinic) diundang langsung dari negara masing-masing untuk khusus tampil di perhelatan musik terbaru dari JFP.
Setelah mendapat banyak kritik terhadap festival-festival sebelumnya yang dirasa kurang sesuai dengan tema, Hodgepodge Superfest merupakan ajang menjawab kritik itu dengan mengundang musisi multi-genre internasional maupun nasional, walau festival multi-genre di Indonesia tentu bukan hal yang baru dan banyak festival alternatif lainnya yang sama-sama mengusung tema tersebut.
Memang pada Java Jazz di bulan Maret lalu, mereka mengurangi rasio penampil musik jazz. Dilihat dari hadirnya nama yang tidak asing di telinga para kaum yang lebih muda seperti Daniel Caesar dan Jhene Aiko, hal ini menuai kritik bahwa JFP menyediakan festival jazz yang “kurang jazz”. Dalam jumpa pers sehari sebelum Hodgepodge Superfest terlaksana, Dewi Gontha berkata kepada rekan-rekan media yang hadir bahwa persiapan pembuatan festival ini dimulai saat JFP menyelesaikan perhelatan terakhirnya di bulan Maret.
“Banyak yang mengkritik kami bahwa kami telah membuat acara yang tidak sesuai dengan tema, walau kami akan tetap melakukannya”, ucap Dewi dalam jumpa pers yang dilaksanakan sehari sebelum acara di Hotel Borobudur, Jakarta.
Selain Java Jazz, mereka telah membuat Java Soulnation, Java Rockin’ Land, Soundsfair, dan yang terbaru adalah Hodgepodge Superfest yang dilaksanakan selama dua hari (1-2 September 2018) di Allianz Ecopark Ancol. Dari arti nama festival itu sendiri yang berarti ‘campur aduk’, festival ini menyuguhkan line up yang campur aduk dari segi genre musisi yang diundang.
Hal-hal yang biasa ditemukan di semua festival seperti art Installations dan spot interaktif yang bersponsor juga hadir di Hodgepodge Superfest. Hanya saja line up yang dihadirkan oleh pihak penyelenggara cukup berani. Contohnya, saat di pertunjukan Marteen dan Tayla Parx, penonton yang menyaksikan mereka hanya sepanjang barikade yang memisahkan photo pit dan crowd, atau Lil Yachty yang selama pertunjukan telah berusaha keras untuk mendapatkan energy yang diinginkan dari crowd. Cerminan bahwa usaha membuat Indonesia menjadi destinasi utama musisi-musisi dunia untuk mempromosikan karyanya terlihat masih jauh apabila dilihat dari festival ini.
Percobaan pertama Hodgepodge Superfest ini bisa dibilang sebagai kesempatan JFP untuk menguji pasar. Masalahnya, sudah banyak penyelenggara yang menargetkan pasar anak muda di bisnis hiburan. Dilihat dari usaha mereka membuat festival ini, Hodgepodge Superfest dirasa perlu menentukan ulang posisi mereka di dunia festival tanah air.