Record Store Day (RSD) merupakan acara tahunan yang biasa diselenggarakan setiap minggu ketiga bulan April di seluruh dunia. Acara ini merupakan sarana selebrasi musisi bersama toko label independen untuk mempromosikan rilisan fisik dengan harga yang terjangkau. Tahun ini, RSD mencapai puncak antusiasmenya. Pasalnya, RSD diselenggarakan di 8 kota berbeda di seluruh Indonesia yakni; Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Solo, Malang, Palu, Samarinda dan Makassar.

Sebagai salah satu kota kreatif, Bandung menyajikan format acara yang terbilang menarik dibandingkan kota- kota lainnya. Ketika kota lain sibuk mempromosikan rilisan yang terbatas, Bandung justru hanya menyediakan sedikit rilisan terbatas yakni album Melancholic Bitch, Balada Joni dan Susi (kaset) + Boxset DVD Konser Menuju Semesta, A Stone A dengan album Memori Kumis Kucing (kaset dan CD). Namun, hal ini tidak menjadikan acara RSD Bandung membosankan. Jumlah rilisan yang sedikit kemudian digantikan dengan live recording session dari empat band folk ternama asal Kota Kembang yakni; Tetangga Pak Gesang, Teman Sebangku, Nadafiksi, dan Mr. Sonjaya.

Acara RSD Bandung sendiri diadakan di Omuniuum, sebuah perpustakaan sekaligus distro kreatif yang terletak di bilangan Ciumbuleuit, Bandung. Menurut salah satu owner dari Omuniuum, Iit Sukmiati, acara RSD Bandung ini memang sengaja difokuskan untuk sesi live recording sebagai ganti dari sedikitnya jumlah rilisan terbatas. “Kalau ngomongin soal rilisan yang sedikit, ya, itu memang sudah kemampuan kita handle segitu. Sebagai gantinya, kita ganti sama live recording”. Ungkapnya kepada Gilanada.com saat diwawancarai pada Sabtu (18/4).

Selain itu, Iit juga menambahkan alasan lain yang membuat RSD Bandung berfokus pada sesi live recording, yakni bermula dari kegusarannya terhadap band yang bersikeras ingin merilis musik menjelang RSD tanpa kemampuan yang mumpuni. “Gue bosan lihat band yang ‘aji mumpung’ maksa-maksa buat rilis album di RSD, kalau belum siap ya sudah jangan dulu maksain takutnya mengganggu.” Tambahnya.

Meski terbilang cukup antusias, RSD Bandung (dan juga Indonesia) masih memiliki kekurangan yakni masih mencampuradukkan penjualan vynil, CD, dan kaset pita. Hal ini disebabkan oleh kurangnya produksi vinyl dari label rekaman dalam negeri. Pemilik dari label Grimloc Records, Herry Sutresna mengamini sulitnya produksi vynil tersebut.

“Untuk produksi vynil itu butuh waktu lama sekitar 6-7 bulan. Kalau dibandingin sama cetak kaset atau CD waktu segitu bisa menghasilkan 4-5 rilisan” ujar pria yang kerap disapa Ucok ini. Selain itu, Ucok menerangkan kesulitan lain dari proses pembuatan vinyl adalah pembuatannya yang hanya terdapat di luar negeri. “Grimloc sendiri kalau cetak vynil di US, soalnya kalau di Australia harganya lebih mahal” ungkapnya.