Saya sudah menikmati karya Tulus sejak masih 13 tahun. Album pertama Tulus berhasil memikat hati saya, begitu pula dengan “Gajah”, dan “Monokrom”. Ini kali kedua saya menghadiri penampilan live dari Tulus, setelah sebelumnya hanya sempat menonton di sebuah pensi salah satu SMA di Jakarta. Konser Monokrom Tulus yang diadakan di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa, (20/11/2018) kemarin menjadi agenda yang paling saya nantikan bulan ini.

Siapa sangka, Tulus banyak membawakan lagu dari album pertama dan keduanya, seperti “Baru”, “Jatuh Cinta”, “Teman Pesta”, “Teman Hidup”, dan masih banyak lagi yang ia bawakan di sela-sela lagu-lagu dari album “Monokrom”. Iringan live orchestra, aransemen yang menyihir diri untuk turut menari dan bernyanyi, serta senandung merdu dari suara Tulus sendiri merupakan komposisi konser yang tidak menciptakan penyesalan sedikitpun bagi para pengunjung yang rentang umurnya juga luas. Remaja hingga dewasa, semua terlihat menikmati suara merdu Tulus yang hampir selalu pitch perfect.

Melalui album “Monokrom”, Tulus berusaha untuk merayakan kehidupan dengan menghargai apa yang ada di sekitarnya. Ungkapan rasa yang mengganjal hati, terima kasih kepada orang-orang tercinta, berbagi nasehat-nasehat emas yang memotivasi, semua ada di album ini. Pada konsernya pun, Tulus benar-benar merayakan kehidupannya dengan berduet lagu “Bengawan Solo” dan “Semusim” dari alm. Chrisye, dengan the maestro, Ibu Waldjinah, sang Ratu Keroncong Ibu Pertiwi.

Tentu saja aksi Tulus tidak lengkap tanpa musisi-musisi di kanan-kiri yang membantunya. Pada lagu “Tuan Nona Kesepian”, koper legendaris milik Tulus digunakan sebagai drum. Pada lagu “Labirin”, ia berkolaborasi dengan Petra Sihombing. Tulus juga mengajak Rhino, seorang pianis handal yang gifted, untuk mengiringi beberapa lagunya.

Suasana “rumah” yang ingin dibangun oleh Tulus pada konser ini juga berhasil tersampaikan melalui interaksi yang dilakukannya. Pada lagu “Langit Abu-Abu”, Tulus mengajak para penggemarnya untuk menyanyi secara bergantian dengannya. Dengan suaranya yang sangat merdu dan jernih, Tulus berhasil membangun emosi para penggemarnya saat menyanyi solo bagian verse sehingga pada saat bagian reff, seluruh pengunjung konser menyanyikannya dengan penuh penghayatan.

Selain itu, lagu “Sepatu” juga dibawakannya dengan cara yang berbeda. Ia memandu para perempuan agar menyanyikan verse 1, laki-laki pada verse 2, dan reff Bersama-sama. Interaksi yang dilakukan Tulus meningkatkan ikatan psikologis antara penggemar dengannya, sehinga penggemar betul-betul merasa dekat dan dianggap. Sifat Tulus yang ramah membuat Teman Tulus, komunitas penggemarnya, semakin mengaguminya dan mengapresiasi karya-karyanya dengan memberikan kejutan di tengah-tengah konser berlangsung.

Kehidupan-kehidupan yang dirayakan pada Konser Monokrom Tulus telah mencapai puncak kebahagiaanya. Pengalaman yang sangat hangat terasa, ditutup dengan magis oleh lagu “Matahari” dan “Manusia Kuat”. Didukung oleh beberapa penari latar, memadukan sinergi para tamu, dan kekuatan visual diatas panggung, Tulus telah menyisakan kenangan indah bagi para penggemarnya.