Konser Taifun 22 Oktober lalu bisa jadi merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam industri musik lokal Indonesia. Konser dalam rangka rilis album perdana Barasuara ini memang merupakan satu gigs yang ditunggu-tunggu. Barasuara memang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan dan sedang rajin-rajinnya manggung beberapa bulan terakhir. Apalagi setelah penampilan kolaborasi mereka bersama Efek Rumah Kaca yang mencuri hati banyak orang. Tidak heran tiket konser yang terbatas hanya untuk 300 penonton itu langsung ludes tidak sampai 2 hari penjualannya.
Konser malam itu dimulai pukul 21.00 WIB. Para personel Barasuara naik ke atas panggung tepat waktu. Lagu Tarintih dibawakan sebagai pembuka dengan tepukan sebagai intro mengisi satu ruangan Rossi Musik di jalan Fatmawati malam itu. Kemudian tanpa aba-aba penonton langsung ikut menyanyikan lirik pertama: “Keras serapah dari semua yang kau tahu apapun yang kan kamu cari adalah bisikanku” dan lirik-lirik berikutnya. Euforia semakin meningkat dan penonton pun mulai melompat-lompat sampai lantai ruangan yang berada di lantai tiga itu bergetar dan hampir terasa akan jebol.
Selesai membawakan Tarintih Iga mengucapkan terima kasih dan menyalutkan kecepatan kami yang datang pada malam itu dalam mengirim email untuk memesan tiket. Kemudian konser dilanjutkan dengan tiga lagu yang memang baru muncul dalam album mereka berturut-turut Mengunci Ingatan, Hagia, dan Taifun. Ada yang menarik ketika Hagia dimainkan: Iga Massardi menangis. Bukan, bukan menangis yang sekadar menitikkan air mata. Iga menangis sesenggukan sampai tidak sanggup bernyanyi di beberapa bagian dan membiarkan penonton bernyanyi bersama.
Entah apa yang membuatnya menangis. Seterharukah itu Iga Massardi melihat semua penonton bernyanyi bersama mereka? Atau ada makna lain di balik lagu itu? Entahlah yang jelas Iga menangis malam itu menjadi salah satu pemandangan yang menyentuh untuk saya pribadi.
Barasuara tidak sendiri ketika membawakan lagu Hagia, mereka juga dibantu oleh empat drummer band-band indie kenamaan. Seperti Bhatara dari Float dan Innu dari Tika and the Dissidents juga Trees & Wild.
Penampilan lagu Taifun pun memberikan sensasi yang lain. Iga meminta kami untuk memutar lagu Angin dan Hujan yang ada di akun Soundcloud mereka untuk ikut mengiringi. Memang satu minggu sebelum konser para personel band meminta para calon penonton untuk mengunduh dua buah lagu dalam akun Soundcloud mereka. Kedua lagu berbeda itu kemudian diputar sebagai intro lagu Taifun di hari-H konser dari ponsel kami masing-masing, saling bersahut-sahutan antara Angin dan Hujan dan dentingan gitar yang mengiringi memberikan atmosfer sehabis badai yang menenagkan dan mendirikan bulu kuduk.
Konser kemudian dilanjutkan dengan Sendu Melagu. Lagi-lagi Barasuara memberikan kejutan dalam penampilannya. Tiba-tiba Cholil Mahmud naik ke atas panggung dan ikut menyumbang vokal untuk lagu ini! Bisa ditebak bagaimana reaksi penonton setelahnya yang berteriak-teriak meminta lagu Sebelah Mata dan malah menyanyikan Pasar Bisa Diciptakannya Efek Rumah Kaca. Hal ini ditanggapi bercanda oleh para personel Barasuara, ada Marco yang memeberikan beat drum Pasar Bisa Diciptakan dan Iga yang memainkan melodi Sebelah Mata.
Tidak sekadar membawakan Sendu Melagu. Cholil dan Iga pun beradu vokal menyanyikan semacam transisi dari Taifun menuju Sendu Melagu.
Menunggang Badai, Bahas Bahasa, Api & Lentera kemudian berturut-turut dimainkan. Lagi-lagi dalam panampilan Bahas Bahasa Barasuara dibantu oleh empat drummer lainnya. Ada satu lagi momen mengharukan ketika Iga memperkenalkan para drummer yang turut membantu mereka membawakan Bahas Bahasa. Ketika sampai waktunya ia memperkenalkan Innu Iga berkata, “Salah satu sahabat saya, yang tahu saya dari zaman entah kapan, rekan saya di band yang membesarkan saya dari The Trees and The Wild, Hetri Nur Pamungkas (Innu),” tutur Iga sambil lantas memeluk Innu diiringi sorakan penonton.
Sementara Api & Lentera menjadi salah satu lagu pamungkas yang berhasil membuat seisi ruangan bernyanyi bersama. Apalagi sesaat sebelum Api & Lentera dimainkan penyelenggara membuka pembatas penonton dengan panggung sehingga semuanya merangsek persis ke depan panggung. Lagi-lagi lantai Rossi bergetar. Selesai Api & Lentera, mendadak ruangan gelap total, para personel band mundur dan para fotografer naik ke atas panggung menerangi kami hanya dengan blitz kamera mereka. Seiring dengan itu, banyak dari kami yang mengambil setlist dan cindera mata lainnya.
Konser Taifun akhirnya ditutup dengan Nyala Suara. Hasief Ardiasyah dalam akun Instgramnya mengatakan pada panggung perdana mereka 2014 lalu Barasuara membuka penampilan mereka dengan Nyala Suara (yang belum mendapat judul yang layak) dan Iga berkata “Selamat malam semua, Kami Barasuara”, malam itu mereka menutup penampilan mereka dengan lagu yang sama lantas berkata “Kami Barasuara, selamat malam!”
Para personel Barasuara tampil energik sepanjang konser. Iga yang meladeni bercandaan penonton, Gerald yang pecicilan dan menyuruh penonton menari a la penonton acara musik pagi hari, Asteriska dan Puti Citara yang ikut headbanging dan melompat-lompat sepanjang penampilan. Sebagiamana penampilan mereka biasanya, ditambah berkali-kali lipat suntikan adrenalin dan semangat karena ini konser yang istimewa untuk mereka semua.
Konser ini merupakan konser yang pas dengan crowd yang pas, gimmick yang pas, dan lain-lainnya yang serba pas. Ditambah jumlah penonton yang terbatas membuat konser ini terasa intim dan eksklusif. Saya pribadi kalau boleh meminta tidak ingin Konser Taifun diadakan lagi di kota-kota lain. Ego saya menginginkan ingatan akan konser ini hanya menjadi milik saya dan segelintir orang lain yang hadir malam itu.
Sayangnya, jumlah 300 penonton sepertinya tidak tercapai. Sepertinya banyak orang yang membeli tiket dan membatalkan untuk hadir di menit-menit terakhir tanpa memberikan konfirmasi ke pihak penyelenggara sehingga tiket tidak bisa dijual lagi. Sangat disayangkan, padahal pasti masih banyak orang yang ingin menonton. Akan tetapi, keketatan pembelian tiket perlu diacungi jempol dengan sistem pemesanan satu email satu tiket dan harus menyertakan kartu identitas saat pemesanan dan penukaran tiket membuat konser ini nihil calo. Hal yang perlu dicontoh oleh penyelenggara konser lainnya.
Jika melihat kembali perjuangan mereka dan filosofi dibalik judul album dan konser mereka: Taifun yang berarti badai. Barasuara memang pantas mendapatkan apa yang mereka raih malam itu. Kamis malam itu, Barasuara dan segelintir penonton yang beruntung telah menggoreskan sejarah baru dalam industri musik lokal Indonesia. Selamat, Barasuara. Well deserved!
(Shuliya Ratanavara)