Nama Trendkill Cowboys Rebellion mungkin sudah tak asing lagi bagi pendengar musik heavy metal Indonesia. Band yang digawangi oleh Will (vokal), Dechonk (Drum), Daffie (giar) dan Moris (bass) ini telah merilis dua buah album dan satu buah EP. Hari ini (6/8), unit heavy metal ibu kota tersebut akan merilis album ketiga mereka yang berjudul Anti Image. Menurut Will, sang vokalis sekaligus produser, album ini menyuguhkan satu hal yang berbeda dari Trendkill terutama pada penulisan lirik yang didekasikan untuk orang tua yang tercinta. Gilanada.com berkesempatan untuk mewawancarai Will sebagai perwakilan dari Trendkill di Rolling Stone Cafe yang terletak di bilangan Ampera, Jakarta, kemarin (5/8). Simak hasil wawancaranya berikut ini.

Trendkill terbilang baru di skena musik Indonesia. Bisa sedikit ceritakan asal mula terbentuknya TCR?

TCR pada awalnya hanya merupakan sebuah proyek band yang ingin membawakan lagu Pantera. Saya sebelumnya punya band hardcore yang bernama Beaten. Karena jarang ada yang mau bawakan lagu Pantera, akhirnya saya beserta kru TCR yang lama membuat TCR sebagai band serius hingga akhirnya saya keluar dari band lama dan mulai mencari personel.  Di TCR, kita selalu berganti bassis dan gitaris di tiap album jadi enggak tetap, gitu. Paling lama saya (Will) dan Decong (drum). Karena kita suka Pantera, akhirnya band ini kia kasih nama Trendkill Cowboys Rebellion. Trendkill-nya diambil dari album Pantera The Grave Southern Trendkill, Cowboys-nya julukan Pantera (Cowboys From Hell), sedangkan Rebellion-nya dari lagu- lagu country yang sering dibawakan oleh Hank Williams III. Di sana terdapat kalimat- kalimat yang sering menggunakan kata Rebellion. Dan gak kerasa sudah sepuluh tahun semenjak TCR berdiri hehehe

Influence selain dari Pantera apa lagi?

Banyak, hampir semua musik metal tahun 90-an tapi basicly-nya sih metal, hardcore, dan punk. Tapi yang paling menginfluence Trendkill-nya kita suka sekali sama Superjoint Ritual, Crowbar, RATM, Downset, Exploited, Anti- Cimex, dll. Pokoknya musik yang berbau politik kita suka.

Rentang waktu dari album Siapa Suruh Datang Jakarta ke Anti- Image terbilang cukup singkat?

Kita tuh pengen setiap tahun kita rilis album. Kenapa? Karena menurut kita main musik itu adalah satu kesenangan enggak usah dibikin rumit. Hingga saat ini kita enggak kehabisan ide, di Indonesia banyak banget masalah buat diangkat jadi tema. Yang paling ketara dari Trendkill ini, kita coba mengedukasi masyarakat bukan cuma teriak- teriak enggak jelas.

Di tahun 2014, Trendkill sempat merilis single “Satir, Palu Arit, dan Peluru”, apa maksud dari lagu tersebut?

Di lagu itu, kami coba berani mengungkap kebohongan pemerintah tentang sejarah. Padahal, menurut kami komunisme itu bukan masalah. Komunisme itu cuma faham ekonomi, bukan faham anti agama. Bahkan, kalau temen temen suka baca buku Marxis itu adalah hal yang relevan buat kondisi Indonesia saat itu. Dan harus kalian tahu, para pendiri komunisme di Indonesia sendiri asalnya dari Sarekat Islam. Untuk lagu ini, inspirasinya dari sebuah buku judulnya “Palu Arit di Ladang Tebu” (Hermawan Sulistyo).

Asal nama album Anti Image sendiri dari mana?

Asal nama album ini dari kemuakan kami terhadap polisi musik. Kita bosan sama orang yang men-judge bahwa musik itu harus gini, harus gitu. Misalnya, yang sering kita dengar anak metal harus gondrong, main gitar untuk metal harus pakai gitar ini, gitar itu. Nah, kita bersikap anti terhadap imageimage itu.

Keunikan dari album Anti Image ini?

Kita memasukkan mantra- mantra Hindu, itu yang utamanya. Ini karena Hindu sendiri kalau melihat sejarah merupakan agama paling tua di Indonesia. Selain itu, kalau dilihat dari urutan lagu, ada satu sisi personal. Contohnya, “Lagu Pengantar Perang”, lagu ini buat ibu- ibu yang melahirkan anak- anak hebat. Namun, di sini kita menyebut ibu sebagai ‘semesta’. Menurut kita (Trendkill), ibu- ibu kami adalah ibu yang super penyabar. Terus, ada lagu berjudul “Atas Nama Tuhan”, Saya di sini lupa mencantumkan Explicit Content dalam album ini. Di sini kita menggabungkan antara malaikat, Tuhan, dan setan. Maksudnya, kita menciptakan sebuah kondisi di mana orang- orang menggunakan ‘atas nama Tuhan’ untuk perbuatan buruk. Tapi untuk benar atau salahnya kita, tergantung sama pendengar sendiri.

Jadi mirip seperti “Puritan”-nya Homicide ya?

Ya, betul. Selain itu, ada juga lagu berjudul “Berhala Kertas”  tentang orang yang menjual ayat Tuhan hanya untuk mendapat keuntungan. Sedangkan kita tahu bahwa semua agama melarang agamanya untuk dibisniskan. Yang spesial dari album ini juga ada lagu yang khusus kita dedikasikan buat teman kita Marjinal. Judulnya, “Kembali ke Jalan”. Kita pernah juga tinggal bersama mereka di jalan. Lagu ini tentang mereka karena kami rasa mereka punk yang sebenarnya. Mereka jadi bermanfaat bagi masyarakat dengan jadi diri mereka sendiri.

Hambatan dalam pembuatan album Anti Image ini sendiri?

Hambatan yang utama tentunya sudah lumrah bagi setiap band yaitu duit (tertawa) selain itu, kita sempat berganti studio dari pembuatan single “Satir, Palu Arit, dan Peluru”. Kita pindah ke studio tempat sahabt kita, Pipinx Straightout namanya Venom Studio. Hal ini otomatis buat pengeluaran kita semakin bertambah. Yang kedua, personel TCR hampir semua sudah berkeluarga jadi kesibukannya terbagi tapi kita tetap keeping touch jadi pembuatan lagu bisa lancar.

Rencana untuk launching album besok?

Trendkill sendiri sebetulnya tidak pernah launching album karena menurut kami itu buang- buang uang. Tapi, di album pertama dan kedua kami mendonasikan hasil penjualan 150 keping CD kami kepada Komnas Perlindungan Anak untuk diberikan kepada anak jalanan. Tapi, rencananya di album ini kita mau mendonasikan penjualannya ke Panti Jompo karena sudah seperti kita tahu album ini diciptakan terutama untuk orang tua kita.

Perasaan waktu Trendkill masuk nominasi Anugerah Musik Indonesia (AMI).

Perasaan kita tentunya senang, terutama ketika orang mulai mendengarkan musik dari media non- mainstream. Kita senang sekarang musik sudah tidak tersegmen lagi.

Rencana di tahun 2015?

Rencana tiga bulan pertama kita akan melakukan promo album lalu ada juga beberapa tawaran untuk main di festival- festival besar seperti Rock In Solo, Rock In Celebes, atau Kukar Rockin Fest. Kita sangat senang waktu main di Kukar Rockin Fest tahun lalu, mudah- mudahan kita bisa main lagi di sana karena Kalimantan sangat eksotis.

 Membicarakan sejarah tentu saja merupakan hal sensitif apa tidak takut dikecam masyarakat?

Kita enggak pernah takut selama kita punya sumber yang benar, selama kita sering sharing dan tidak men-judge tindakan orang lain. Lebih baik singkirkan judge itu, boleh berargumen tapi dengan cara yang sehat.

Perbedaan album Anti Image ini dengan dua album sebelumnya?

Di album ini, kita lebih sedikit ‘menuding’ orang dibandingkan album sebelumnya. Di sini, kita lebih menggunakan pertanyaan daripada pernyataan langsung.

Tokoh yang paling menginspirasi dalam pembuatan album ini?

Album ini sangat terinspirasi dari dewa agama Hindu yakni Ganesha. Dari semua dewa yang ada di Hindu, Ganesha terbilang tidak memiliki tubuh sempurna tapi dia menggambarkan ilmu pengetahuan. Hal ini membuat kita berpikir ulang tentang kesempurnaan.

Kalau artwork dibuat oleh siapa?

Saya sendiri yang membuat cover album ini. Kita enggak pernah berniat untuk bikin cover album dengan gambar berdarah- darah. Lebih baik seperti Rage Against The Machine, cover-nya sederhana tapi liriknya berkualitas.

Harapan untuk album ini sendiri?

Album ini kita harap bisa mengedukasi. Lebih baik album ini dibeli oleh sedikit orang tapi mengedukasi orang tersebut daripada dibeli ribuan orang tanpa mengedukasi. Kita enggakberharap bisa kaya raya dari album ini, kok.