Pertama kali dengar EP “Out of the Blue” dari Deccay, timbul satu hal dalam benak, “Inikah yang dinamakan shoegaze?” Hahaha aku rasa EP tersebut cukup mirip dengan lagu-lagu dari band Deftones, my bloody valentine dan band-band yang semacamnya. Jujur saat ku dengar kata “shoegaze” kukira lagu-lagunya akan seperti lagu ngantuk yang mengawang-ngawang, enak didengar saat sedang star-gazing. Ternyata lagu-lagu “shoegaze” terdengar seperti melodi yang dreamy namun permainan drumnya menderu dengan kualitas suara gitar yang penuh distorsi dan efek-efek memekakan telinga. Duh bocil suges menyerang kah? Aku juga baru tau kenapa dinamakan “shoegaze”, itu sebabnya ialah kebiasaan para pemain gitarnya yang sering kali menunduk ke bawah, karena banyak memainkan efek-efek pedal. Shoe artinya sepatu, Gaze artinya pandangan, “Pandangan ke sepatu?”. Oalah. Bukan aku mengotak-ngotakan lagu dengan genre sih, cuma ya itulah yang muncul pertama kali ketika kudengar EP tersebut.
Bisa aku bayangkan pula sih personil Deccay menunduk-nunduk untuk mengadu keahlian memainkan pedal efek. Coba saja dengar EP “Out of the Blue” yang dibuka oleh lagu “Horns” tersebut. Di awal lagu terdengar seperti alunan yang cocok didengar untuk meditasi diri. Sampai akhirnya masuk dentuman drum dan efek distorsi yang mulai dinyalakan. Saat pertama kudengar lagu tersebut, kukira keseluruhan EP akan berisi lagu-lagu instrumental. Namun, ketika beranjak ke lagu “Dissolve” – lagu favoritku dari EP “Out of the Blue” – masuklah vokal tipis-tipis dan penuh reverb, hampir setengah tidak terdengar isi liriknya apa sampai akhirnya kubuka fitur lirik di Spotify. Saat ku dengar, vibes-nya seperti sedang menjadi emo dalam malam yang larut di sudut-sudut kota. Eyeliner tebal dan sepatu boot yang membuat lecet kaki. Sedangkan “Stray”, lagu setelahnya, terdengar seperti malam panjang yang kuhabiskan dengan orang favoritku untuk mengitari seisi kota yang terakhir kalinya. Sesuai dengan penulisan liriknya yang cukup murung. Lain lagi dengan “Engulf”, keseluruhan lagunya menyajikan distorsi-distorsi yang mengiang di seisi ruangan. Menjelma perasaan yang gundah, tidak sabar ingin disampaikan. “Quiet” menutup EP “Out of the Blue” dengan legowo, lebih seperti perjalanan keluar kota dini hari, berpacu untuk dapat melihat sunrise di penghujung jalan.
“Tangled. Feel Alone. Surrounded. Quiet Place”
Kalau menurut Deccay sendiri, EP “Out of the Blue” bercerita tentang seseorang yang sedang diselimuti rasa kesepian, kegelisahan, dan keterpurukan. Seakan tidak ada jalan keluar dari keadaan yang samar dan semakin jauh dari ketenangan. Ketika mencoba cari jalan keluar, ia hanya dipertemukan dengan jalan buntu, membuat dirinya semakin tenggelam.
Artwork EP tersebut juga dibuat seakan menyenandungkan melodi-melodi di dalamnya. Bentuk futuristik lancip-lancip selintas seperti sebuah mesin penjelajah waktu, terlihat tajam dan mampu menusuk, sama seperti karakteristik alunan track-track-nya.
Bagi kalian yang penasaran dengan EP-nya, langsung saja kunjungi aplikasi musik kesukaan kalian dan ketik “Out of the Blue” oleh Deccay di laman pencarian.