Sudahkah kalian lelah dengan konser yang lagi-lagi virtual? Atau kalian mulai bosan melihat musisi kesayangan kalian yang hanya bisa dijumpai melalui layar kaca lagi dan lagi? Kalau hanya berjumpa melalui layar kaca, lantas apa bedanya dengan membuka video klip mereka ataupun memutar ulang rekaman live nya pada kanal Youtube? Yap, Covid-19 nyatanya membawa dampak negatif terhadap hampir seluruh bidang industri, tak terkecuali industri musik. Bentuk nyata dari pernyataan saya sebelumnya dapat dilihat dari banyaknya pembatalan konser di sejumlah negara termasuk Indonesia pada tahun 2020 kemarin.

Penundaan konser ini memaksa para penggemar musik untuk kian bersabar dan berlapang dada lantaran pertemuannya dengan sang idola terpaksa pupus dikarenakan situasi pandemi Covid-19. Kekecewaan bagi kita sebagai penikmat seni ini merupakan suatu hal yang wajar dan sangat dimaklumi. Kenapa dapat dikatakan wajar? Karena pada tahun 2020 hingga awal 2021, banyak sekali musisi yang kian besar namanya di dunia telah memiliki rencana untuk mampir sejenak ke Indonesia. Saya yakin nama-nama mereka sudah tak asing lagi bagi kita, terutama bagi kalian yang memiliki hobi berkutat dengan platform musik digital.

Situasi pandemi tidak hanya berdampak pada konser-konser besar di bilangan ibukota saja, melainkan gigs-gigs kecil yang tidak banyak diketahui orang awam pun terpaksa gulung tikar dan turut menanggung imbasnya. Hal ini dapat dilihat dari mulai hilangnya pamflet-pamflet acara musik di dinding cafe hingga sepinya tempat berkumpul anak-anak “perskenaan” yang biasanya ditemukan di kota-kota besar. Semua acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan terpaksa ditiadakan dan dialihkan menjadi acara virtual. Beberapa acara-acara yang dialihkan menjadi virtual seperti Synchronize Fest ataupun We The Fest untungnya berhasil dan dapat dibilang sukses dalam menarik perhatian penonton.

Meskipun festival-festival yang saya katakan sebelumnya dapat terbilang sukses, hal ini tentu tidak sama apabila pelaksanaannya dilakukan secara langsung. Saya merasa bahwa ada beberapa perbedaan yang cukup kontras dari acara yang diselenggarakan secara langsung dan acara yang dilaksanakan secara virtual. Perbedaan yang pertama tentunya terdapat pada perbedaan suasana, faktor inilah yang kadang-kadang membuat kita ketagihan untuk datang ke acara musik secara langsung. Wajar saja jika bikin ketagihan, karena kita dapat merasakan getaran-getaran emosional secara langsung yang menusuk ke hati seiring dengan pembawaan karya yang dibawakan oleh sang musisi tersebut.

Selain getaran emosional, pada acara yang dilaksanakan secara langsung terdapat berbagai fenomena-fenomena langka sang musisi yang hanya dapat ditemui jika kita menyaksikannya secara langsung. Fenomena tersebut dapat dilihat dari berbagai jenis kegiatan, seperti adanya improvisasi alat yang dilakukan secara spontan oleh sang musisi tepat di tengah lagu yang sedang dimainkan. Bahkan, banyak dari mereka yang tampil diatas panggung memberikan kenang-kenangan bagi para penonton secara personal, baik dalam bentuk mengajak berduet bersama maupun melemparkan kaos atau barang yang mereka punya ke tengah-tengah kerumunan.

Perbedaan selanjutnya yang dapat kita rasakan pada acara yang dilaksanakan secara langsung dan acara yang dilaksanakan secara virtual terletak pada perbedaan jenis masalah teknis. Permasalahan teknis yang mungkin saja terjadi pada acara yang dilaksanakan secara langsung bisa terjadi pada pengeras suara yang kurang maksimal ataupun pencahayaan yang kurang optimal. Beda halnya dengan permasalahan teknis pada acara yang dilaksanakan secara virtual, hal ini dikarenakan permasalahannya sendiri lebih berfokus kepada permasalahan tiap individu lantaran kita menikmatinya dari gadget masing-masing. Jaringan yang buruk ataupun kualitas visual yang kurang maksimal sangat mungkin terjadi pada saat berlangsungnya acara virtual. Selain itu, kualitas suara atau audio dari acara musik virtual sangat jauh perbedaannya dengan kualitas audio dari acara musik langsung.

Alhasil, jika situasi pandemi seperti sekarang terus bertahan, maka ini akan mengubah jalan dalam industri musik langsung kedepannya. Dalam melaksanakan konser secara langsung tentunya tidak hanya melibatkan sang bintang utama atau musisi-musisi yang tampil saja, melainkan juga melibatkan orang-orang yang berada di belakang panggung seperti teknisi audio, penata suara, kru pencahayaan, pengatur panggung, dan sebagainya. Jika konser hanya bisa dilaksanakan secara virtual saja, lantas apakah mereka hanya bisa meratapi nasib dikarenakan lapangan kerjanya yang terpotong akibat dari situasi menyebalkan ini?

Walaupun konser ataupun acara musik yang dilakukan secara virtual memiliki rekam jejak digital dan dapat kita putar ulang kapan saja, hal ini masih tidak bisa menutupi kerinduan para penikmat dan pegiat seni musik untuk datang dan berkontribusi ke acara musik yang dilaksanakan secara langsung. Ada beberapa hal rumit yang tidak bisa dipecahkan melalui logika serta algoritma, hal ini pun meliputi kerumitan emosional serta kehadiran kita secara langsung yang nanti kedepannya akan membuat sebuah ikatan informal yang terjadi secara temporal dan situasional. Akan tetapi, ini semua lagi-lagi terpaksa pupus lantaran pandemi yang belum surut sampai sekarang.

Lantas, kapan kita bisa bertemu lagi dan merasakan getaran emosional pada acara musik langsung apabila situasi pandemi ini belum menunjukkan titik reda?